Sunday 12 September 2021

..separuh agama.

Aku memilihmu karena...
kulihat,
engkaulah separuh agama. Kurasa,
...dari apa yg kudengar, mungkin engkaulah jawaban dari lirih ratap doa-doa itu.
Karena kurasa denganmu, dengan dirimu yg seperti kudengar dan kulihat itu,
...akhirnya aku bisa sepenuhnya mengusahakan diriku menjadi hamba yg pantas, untuk-Mu,
wahai Allah. Wahai Engkau, tempatku bersandar menumpukan segala.
Engkaulah segala bagiku. Sebegitu bergantung diri ini pada-Nya, namun sebegitu sulit diriku menempatkan hidup, membiasakan hal2 untuk hanya selalu melakukan apa2 yg disukai-Nya. Sebegitu rumit. 
Doa-doa itu,
..rasa bersalah dan keluh lirih itu, kuharap engkaulah salah satu jawaban yg dikirim-Nya untukku. 
Semoga.

Monday 6 September 2021

Di Bawah Benderang Cahaya Kita Berdiri

Tulisan-tulisan ini, aku tidak tahu apakah kau akan menemukannya suatu hari nanti.
Apakah kau akan membaca,
goresan-goresan tak beraturan yg kuselipkan di belantara maya.
Aku berharap kau membacanya, tp aku juga berharap kau tidak membacanya.

Akhirnya, dirimu mengejawantah dalam sebentuk rupa. Nyata. Dihadapanku.
Akhirnya, tirai tersibak di hadapan. 
Di bawah benderang cahaya engkau berdiri. Nyata. 
Matahari tak lagi ada di belakang pundakmu, dan tirai tak lagi ada diantara kita. 
Setidaknya, sejauh ini, 
kukira itulah dirimu.

Aku. Haruskah aku menjelaskan diriku? Perlukah kusampaikan, betapa aku, jauh di tempat-tempat yg kusembunyikan, hanyalah.. seorang pemimpi pincang yg baru saja terjun bebas ke lumpur 'kebiasaan buruk'? Perlukah ku katakan itu padamu..?
....
Aku, memilih untuk tidak mengucap sepatah kata tentang itu. Aku tahu kau akan menyadarinya. Nanti.
Cepat atau lambat.
Kau akan melihatnya. Diriku seutuhnya.
...aku tahu itu tidak adil. Bagimu. 
Tapi, disamping pemimpi-pincang-buruk-penuh-kotoran itu, kau harus juga melihat sisi diriku yang 'kubanggakan'. 

Di bawah benderang cahaya kita berdiri, akhirnya. 
Kepastian dan keraguan tergambar di dua pasang bola mata. Kegelisahan bisa kurasakan mengambang diantara naik turun buncah perasaan... di bawah benderang cahaya kita berdiri.
Saling membaca. Saling menerka. 
Kepastian membentuk dua senyum simpul. 
Kau kah orang itu untukku?
Aku kah orang itu untukmu?
Hanya Allah yg tahu pasti. Tapi aku telah memutuskan. Demikian juga dirimu.
Dalam benderang cahaya kita berdiri,
..dengan menyebut nama Allah yg maha pengasih lagi maha penyayang kita memulai, perjalanan ini. 


Tuesday 3 August 2021

..di sisi Ibumu..

Bersanding di sisi Ibumu, sudah selayaknya aku menempatkan diri di urutan kedua. Memang begitulah Rasulullah mengajarkan. 

Aku akan berusaha. Sebaik-baiknya. Insyaallah.

Toh di hatiku pun, harus ku akui, yang paling utama
masih dan akan selalu Allah.
Aku berjanji akan menempatkanmu di atas, toh engkaulah belahan jiwa teman seperjuangan mengarungi separuh sisa hidupku. Sudah selayaknya aku mengandalkanmu. Sudah sewajarnya kita saling menjaga. Menempatkanmu di tempat-tempat teratas, di antara -- kalau tidak di atas, orang-orang terkasih dalam hatiku. Hidupku.
Tapi Allah.. dan rasul-Nya, karena kau juga mencintai mereka seperti diriku yg sepenuhnya menyandarkan hati dan hidup pada-Nya... kurasa engkau akan mafhum. Aku tahu engkau pasti mafhum.

Sejauh ini. Selama ini, aku selalu berpikir, panjangnya penantian ini. Betapa aku telah begitu lama, menunggu. Berharap. Menebak. Berharap lagi. Menunggu lagi. Menerka-nerka, akankah aku di beri kesempatan bermain peran denganmu di dunia. Ataukah, akhiratlah tempat kita bertemu. Menunggu. Bertanya-tanya. Lalu merelakan. Menyerahkan sepenuhnya pada Allah. Apapun itu, jika itu dari Allah, aku ridha. Aku bahagia. Toh  Allah-lah yg paling penting di atas segalanya. Melewati 30 tahun separoh usia, untunglah Allah membuka mata hatiku terkait hal itu. Penantian ini bukannya tanpa manfaat.

Tp, lagi-lagi kupikir, betapa lama sudah ak menunggu. Ternyata, dirimu lebih lama menunggu.
Ternyata, engkaulah yg ternyata lebih dahulu menungguku. Subhanallah... 😌😌💦